Nahkoda yg Handal ????
Layaknya
bahtera berlayar mengarungi lautan, kadang terguncang ombak besar dan terpaan
angin kencang. Saat itulah, sangat diperlukan keberadaan nahkoda yang handal.
Nahkoda yang tenang dalam menghadapi masalah, cerdas dalam mengambil keputusan,
tegas dalam menentukan kebijaksanaan, dan handal dalam menjalankan
kepemimpinan. Agar bahtera dapat sampai dengan selamat sampai tujuan.
Begitu pula
menjalani kehidupan rumah tangga, tentu tidak selalu harum betabur bunga indah
penuh warna-warni. Kadang muncul riak-riak atau bahkan ombak yang menghadang
keharmonisannya. Saat itulah diperlukan sosok suami yang tangguh dalam
kepemimpinan. Figur yang menghantarkan pada keselamatan dunia dan akhirat.
Hal ini
tentunya dimulai dengan usaha mencari calon suami yang shalih sebagai pemimpin
keluarga. Menjadi tugas para wali dari pihak wanita untuk memilihkan teman
hidup yang mempunyai kualitas agama yang baik. Sehingga hal ini akan mendukung
kualitas keshalihan istri dan anak-anaknya.
Apalagi yang
diharapkan seorang wanita kecuali kebahagiaan tatkala pendamping hidup yang
mengiringi hari-harinya adalah lelaki shalih. Bukan hanya satu kebahagiaan yang
direngkuh melainkan dua kebahagiaan. Tiada berakhir nikmat bahagia itu saat
meninggalkan dunia, namun akan tetap ada ketika berpindah ke negeri akhirat.
Karunia yang demikian besar tentunya. Tidak ada karunia yang melebihi
mendapatkan kebahagiaan di dua negeri.
Terbersitlah
tanya, hal apakah yang ada pada diri suami yang shalih sehingga bisa menyumbang
besarnya kebahagiaan istri di dunia dan akhirat? Di antara hal tersebut yaitu
karena baiknya pengamalan terhadap firman Allah:
“Dan
bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) dengan cara yang
makruf. kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” [Q.S. An Nisa:19].
Ia adalah
suami shalih yang bergaul dalam curahan kasih sayang, penuh perhatian dan
mengalah pada perkara yang bukan maksiat. Namun, ia tetap tegas pada kesalahan
istri dengan tanpa mengesampingkan hikmah dan kelemahlembutan. Demikian pula
tidak lepas dari bagusnya peneladanan terhadap manusia terbaik dan termulia,
Rasulullah `,. Sebagaimana yang dituntut kepada setiap muslim untuk menjadikan
beliau sebagai suri teladan. Sehingga ia selalu mengambil contoh dari muamalah
Rasulullah ` terhadap keluarganya, salah satunya dalam hadits beliau bahwa, “Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” [H.R. At Tirmidzi
dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi].
Mengacu
kepada ayat dan hadits tersebutlah suami yang shalih bermuamalah dengan istri
dan keluarganya. Sehingga tidaklah ia akan merendahkan atau menyakiti istrinya
terlebih menzalimi. Melainkan ia berusaha untuk berkata dan berperilaku
berhiaskan akhlak yang baik. Ia berikan yang menjadi hak-hak istri dengan penuh
penunaian, tanpa mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dicurahkan. Ia bersabar
atas perangai yang tidak disukai dari pasangannya selama tidak dalam pelanggaran
syariat. Ia memaafkan kekurangan istri dalam menunaikan hak-hak suami. Ia
luruskan kebengkokan istri dengan cara yang halus dan bijaksana.
Begitulah
kesan eloknya pergaulan yang tercermin dari seorang suami yang shalih. Suami
yang bergaul dengan penuh pengertian akan keadaan dan sifat seorang wanita.
Suami yang memuliakan kedudukan dan hak istri. Sehingga, tentulah akan mengukir
kebahagiaan di hati seorang istri dalam hidup bersanding bersamanya di alam
dunia ini. Kebahagiaan di negeri abadi pun dapat diraih, manakala suami yang
shalih menyadari perannya sebagai pemimpin dalam keluarganya. Pemimpin yang
kelak dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah `, “Laki-laki
(suami) adalah pemimpin bagi keluarganya. Dan kelak ia akan ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang mereka.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim].
Suami yang melaksanakan tugasnya dalam menjaga diri dan keluarganya dari
siksa neraka yang pedih.
Ia berusaha
mengamalkan firman Allah dalam salah satu ayat-Nya yang mulia:
“Wahai
orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.” [Q.S. At Tahrim:6].
. Usaha
tersebut antara lain dengan menaruh perhatian terhadap pendidikan agama melalui
pengajaran ilmu dan penyampaian nasihat. Suami yang menghasung dan membantu
mereka dalam melakukan amal ketaatan. Tak luput pula mencegah mereka dari
berbuat kemungkaran, tidak membiarkan terjadinya kemaksiatan dalam keluarganya.
Hal ini pula, sebagai salah satu wujud dari kecemburuan dan penjagaannya
terhadap kehormatan istri serta mahligai rumah tangganya.
Demikianlah
gambaran indah suami yang shalih, yang mencintai istri tidak hanya semata-mata
cinta tabiat tapi juga cinta yang terpuji yaitu cinta karena Allah, cintanya
tumbuh dari dasar ketakwaan kepada Allah, sehingga cintanya membawa manfaat
baik di dunia maupun akhirat. Allahu a’lam. [farhan].
Sebarkan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar