Bismillah.
hy jumpa lagi, enaknya bahas apa ya??,
Sholat yang khusuk ....!!! sulit kah??
Sholat yang khusuk ....!!! sulit kah??
hem boleh...
Mata lelaki
itu tak bisa diam. Tengok kiri ke kanan, tidak tenang. Tangannya masih
bersedekap, karena memang dia masih dalam posisi shalat. Saya melihatnya terus,
karena menurut saya dia itu lucu. Kok saya bisa melihat? Ya, karena saya sudah
selesai shalat dan dia belum, dia makmum masbuk. Tidak tahu makmum masbuk itu
apa? Tanyakan pada ustadz terdekat dengan Anda.
Jelas shalat
masnya itu tidak tenang. Atau dalam bahasa yang lebih bisa diterima, tidak
khusyu’. Ngomong-ngomong tentang shalat khusyu’, beberapa hari ini telinga saya
sering mendengar kata-kata itu. Beberapa hari yang lalu, seorang mubaligh
senior di SOLO, Ustadz Taufik Usman, di sebuah radio, menyayangkan mahalnya
biaya pelatihan shalat khusyu’ seharga 900 ribuan. “Buat masak sayur aja belum
tentu ada, biaya pelatihan segitu mahalnya.” Hehehe.
Setelah hari
itu, pagi hari saya juga mendengar Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, memberikan
tausyiah di radio bila shalat khusyu’ bisa digapai dengan banyak hal. Selain
dengan mengikuti berbagai pelatihan shalat khusyu’, beliau menyarankan membaca
buku-buku shalat khusyu’. Lagipula khusyu’, menurutnya, bukan terus tidak ingat
apa-apa. Tapi harus selalu ingat tentang shalatnya dan konsen dalam shalat itu.
Bagaimana
dengan shalat saya? Ah, ternyata juga tidak jauh beda dengan yang lain. Shalat
saya masih belum khusyu’. Saya masih saja teringat judul buku, tema buku, atau
sesuatu yang harus saya tulis. Ide-ide itu bermunculan justru ketika saya sudah
berdiri dan takbiratul ihram. Memori otak saya mendadak berjejalan ide-ide
kreatif yang ketika tidak dalam posisi shalat tidak keluar ide-ide itu. Atau
malahan saya sering teringat barang yang hilang ketika shalat, dan saat shalat
itulah saya jadi tahu dimana barang hilang itu saya simpan. Wah, memalukan ya…
Kalau saat
ini saya harus mengikuti pelatihan seharga 900 ribuan, mungkin akan bengkak
pengeluaran saya, dan hal itu benar-benar tidak seimbang bagi keuangan saya
yang masih kembang kempis ini. Tapi kalau terus saja dibiarkan, maka shalat
kita bak orang yang hanya menggugurkan kewajiban saja. Lha terus enaknya
gimana? Ya tetep shalat, jaga ketepatan waktunya, dan jaga hati dan pikirannya
agar selalu konsentrasi. Kalau mulai melenceng berpikir yang lain, selalu
kembali ke rel semula.
Srak-Srok Hingga Angop
Srak-Srok Hingga Angop
Apa yang
saya sampaikan di atas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal diri saya.
Padahal ke-tidak-khusyu’-an kita mungkin saja dipengaruhi oleh faktor luar.
Saya pernah mengalaminya juga. Saat itu saya shalat di samping seorang
laki-laki yang hidungnya tidak bisa diam. Seperti orang pilek, hidungnya
“Srak-srok srak-srok…” Bunyinya kenceng, tidak pelan. Terus terang saya sangat
terganggu. Tidak hanya pada posisi berdiri, saat ruku’ dan sujud pun suara itu
tidak hilang, “Srak-srok srak-srok…” Hingga kini saya mencoba menghindari
lelaki itu bila shalat berjamaah di masjid.
Pengalaman
yang lain saat saya shalat di samping seorang lelaki yang kepalanya tidak bisa
diam. Dia selalu mobile dengan gerakan kepala ke kanan dan ke kiri. Tidak bisa
tenang, selalu bergerak dengan frekuensi yang sangat tinggi. Saya tidak tahu,
mungkin itu merupakan penyakit baginya yang susah dihilangkan. Kali saja ada
syaraf motorik dia yang bermasalah. Tapi terus terang, saya sangat terganggu.
Kepalanya gerak-gerak terus-menerus, sementara bau badannya selalu menyengat,
apalagi bila shalat maghrib di sampingnya. Bisa dipastikan bau badannya belum
hilang, karena dia pasti belum mandi. Meski baju shalatnya bagus, tapi dia
memang belum mandi.
Satu lagi,
saat shalat ‘ashr atau zhuhur berjamaah. Di samping saya berdiri seorang
laki-laki berambut keriting dengan mulut yang agak lebar. Mohon maaf bukan
berarti sara. Sejak takbiratul ihram hingga salam, sudah berkali-kali ia
menguap, “Angop!” Wah saya benar-benar tidak bisa tahan. Setelah shalat saya
lihat wajahnya, untuk identifikasi siapa tahu nanti ketemu lagi. Dan benar
saja, saya sudah kenali wajahnya, sehingga saya tidak perlu lagi shalat di sampingnya.
Shalat khusyuk memang susah, tapi kita harus
berusaha meraihnya. Diri, jamaah masjid, dan kondisi masjid harus dikondisikan
agar nyaman dan mendukung ke-khusyu’-an kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar